IkLaN

IkLaN

Copas International

IkLaN

IkLaN

Sabtu, 14 November 2015

Revolusi Mental Sebagai Fondasi untuk Membangun Nurani Bangsa

Revolusi Mental Sebagai Fondasi untuk Membangun Nurani Bangsa

OLEH : IMAM NAWAWI
Tampaknya harus kita sadari, bahwa saat ini bangsa kita memang sedang sakit. Betapa tidak? Beberapa tahun belakangan, kita akrab dengan istilah krisis multidimensional. Keterpurukan ekonomi, ketidakstabilan politik, ancaman disintegrasi, korupsi kian menggila, kenakalan remaja kian merajalela, dan lain sebagainya, hampir menjadi  santapan sehari-hari.

Namun, sadarkah kita rasa-rasanya dibalik semua krisis itu ada lagi satu krisis akut yang juga sedang melanda negeri ini. Saat ini Indonesia sedang terserang “krisis mental”. Krisis ini jika dibiarkan terus menerus akan sangat berbahaya bagi masa depan tanah air dan bangsa. Krisis mental atau karakter atau juga bisa disebut krisis akhlak benar-benar harus diwaspadai.

Begini, semua krisis yang melanda hari ini sejatinya bermuara dari mentalitas bangsa yang kini mulai memburuk. Padahal, keburukan mental dan akhlak sangat berpotensi memacu timbulnya perilaku-perilaku negatif.  Buktinya angka kriminalitas saat ini kian tinggi, banyaknya berita kriminil yang menghiasai koran dan televisi kian menegaskan bahwa budaya timur ala Indonesia yang dulu dikenal santun kini kian luntur, yang dulu dikenal ramah dan penuh kasih sayang serta kelemah lembutan kini mulai pudar.

Padahal sekali lagi, “krisis mental” itulah biang kerok penyebab krisis yang melanda Indonesia hari ini. Bayangkan bagaimana Indonesia bisa kaya jika uangnya terus dikorupsi. Apakah mungkin Indonesia bisa maju sedang kerusuhan terjadi dimana-mana, perampokan, pencurian, pembunuhan, pemerkosaan dan sebagainya silih berganti tiada henti. Akhirnya benarlah kata sang proklamator kita, Bung Karno, “ kelak perjuangan generasi setelah saya akan jauh lebih sulit. Generasi kami hanya tentang melawan penjajah, tapi generasi yang akan datang akan melawan bangsanya sendiri”.

Lantas bagaimana cara menanggulangi semua itu, termasuk bagaimana cara mengembalikan mentalitas serta moralitas bangsa Indonesia. Jawabannya adalah dengan cara me “revolusi mental” bangsa ini.  Inilaah yang kini sedang diupayakan oleh pemerintahan presiden Jokowi. Tujuannya jelas, untuk mengembalikan jati diri bangsa. Baik menyangkut soal kedaulatan politik, kemandirian ekonomi dan kepribadian sosial-budaya. Inilah konsep trisakti Bung Karno yang kini akan digalang kembali demi mencapai Indonesia yang gemah repah loh jinawi, sejahtera, adil dan makmur.

Banyak yang bertanya-tanya, apakah penggunaan istilah revolusi tidak berlebihan? Apakah Indonesia benar-benar sudah pada level waspada tingkat akut sehingga harus berevolusi. Menurut presiden Jokowi penggunaan istilah “revolusi” tidak berlebihan. Indonesia memerlukan suatu terobosan budaya politik untuk memberantas setuntas-tuntasnya segala praktik-praktik yang buruk yang sudah terlalu lama dibiarkan tumbuh kembang sejak zaman orde baru sampai sekarang. Revolusi mental berbeda dengan revolusi fisik karena ia tidak memerlukan pertumpahan darah. Namun, usaha ini memerlukan dukungan moril dan spiritual serta komitmen sema pihak.

Salah satu cara yang paling mujarab untuk merevolusi mental ialah melalui pendidikan. Yaitu pendidikan yang unggul berbasi IMTAQ dan IPTEK. Bukan hanya soal mencerdaskan otak, juga bukan hanya soal mempintarkan siswa, namun yang juga sangat penting adalah bagaimana untuk membentuk pribadi manusia Indonesia yang berbudi pekerti luhur, beretika dan taat lahir batin pada norma-norma agama, bangsa dan negara.

Pendidikan adalah ujung tombak kemajuan suatu bangsa. Negara yang maju pasti pendidikannya bermutu. Negara yang hebat pasti proses belajar mengajarnya sehat. Demikian halnya Indonesia, jika ingin maju dan hebat pedidikannya harus bermutu dan sehat. Jika ada jalan terabas yang paling cepat menuju revolusi mental, maka jalan itu ialah “pendidikan”.

Namun bukan cuman pendidikan sekolah. Kita harus ingat betul pendidikan sekolah itu integral dengan pendidikan keluarga dan pendidikan lingkungan masyarakat. Di rumah dilakukan dan diawasi oleh keluarga atau orangtua, di sekolah oleh bapak-ibu guru dan di luar dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Kita semuanya.

Pertama, pendidikan keluarga. Dalam peribahasa arab pendidikan keluarga disebut madrasatul ula li al aulad yaitu pendidikan dasar yang pertama dan paling penting untuk anak-anak. Disinilah proses pendidikan bermula. Bahkan saat ini sudah nge-trand istitlah pregnant education pendidikan semenjak dalam masa kandungan. Ini tidak mengherankan sama sekali seiring dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kembali kepada pokok bahasan kita, seberapa pentingkah pendidikan keluarga dalam mendidik dan mencerdaskan anak-anak. Jawabannya lebih penting daripada bekerja untuk mencari biaya dalam rangka untuk mensekolahkan anak. Kenapa? Karena karakter pertama kali terbentuk dilingkungan keluarga. Di sekolah non formal inilah anak-anak akan menjadi seperti apa yang telah diperlakukan oleh keuarga kepada mereka. Jika ingin tahu seperti apa karakter seorang anak maka lihatlah keluarganya, ibu bapaknya. Karena anak adalah cermin keluarga. Begitu kata para sesepuh kita.

Seberapapun tinggi pendidikan seseorang, ujung-ujungnya akan kembali kepada pembentukan karakter dalam lingkungan keluarga. Sebab pendidikan dasar yang satu ini tak terikat dengan kelas dan waktu. Kapanpun diamanapun dalam kondisi apapun akan terus berlangsung. Tiada henti sampai keluarga itu sendiri yang menghilang.

Padahal keluarga adalah lembaga terkecil suatu bangsa. Kemajuan dan kemuduran suatu bangsa bisa dilihat dari sistem keluarganya. Jika bagus suatu keluarga itu, maka baguslah bangsanya, dan sebaliknya pula. Untuk itulah pendidikan keluarga harus diutamakan, bahkan harus dinomor satukan.

Namun, jauh panggang daripada api. Kenyataan belum sesuai dengan angan-angan. Kebanyakan pola menegemen kuluarga Indonesia saat ini lebih menomor satukan pekerjaan, uang, fasilitas rumah dan lain sebagainya ketimbang mengutamakan pendidikan karakter anak dalam rumah tangga. Orang tua sibuk bekerja mencari uang. Pada akhirnya anak hanya mendapat jatah sisa sepulang dari tempat kerja. Sisa waktu, sisa tenaga, sisa pikiran. Padahal kita sadar tidak ada yang bisa diandalkan dengan sisa. Sesuatu yang mudah saja belum tentu akan selesai dikerjakan dengan sisa waktu dan pikiran. Apalagi sesuatu yang sulit, yang butuh akan komitmen dan kontinuitas tinggi seperti halnya pendidikan karakter bagi anak.

Oleh karena itu, perlu ada penjadwalan khusus dalam menejemen keluarga untuk sang buah hati. Bukan lagi waktu sisa, namun waktu prioritas. Tidak butuh lama namun berkesinambungan. Adapun soal metode pendidikan karakter dalam keluarga, yang paling dibutuhkan anak hanyalah suri tauladan (uswah hasanah) yang nyata, tulus tanpa pamrih. Anak- anak belajar dari apa yang ia lihat dan ia dengar. Dirumah mereka tidak butuh teori. Yang penting adalah praktik.

Banyaknya praktik kekerasan yang terjadi, barangkali karena sudah terlatih melihat, mendengar, bahkan merasakan langsung di lingkungan keluarga. Pun demikian halnya dengan pencurian sampai korupsi, pasti bibitnya sudah tertanam dalam semenjak di lingkungan keluarga. Jika sudah seperti itu, maka revolusi mental juga harus diberlakukan di lingkungan keluarga. Bagaimana caranya? caranya hanya satu yaitu jujur menilai kekurangan diri, bersedia dikoreksi dan setelah itu mau terus berbenah dan memperbaiki diri. Seperti slogan Aa Gym dengan 3M nya. Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan mulai saat ini juga.

Kedua, pendidikan sekolah. Diawal sudah disinggung tentang pentingnya revolusi mental melalui pendidikan sekolah. Sekolah adalah wahana belajar bagi siswa sekaligus wahana mengajar bagi sang pendidik, guru. Disinilah anak-anak menimba ilmu untuk bekal dalam kehidupan sehari-hari dan bekal untuk menghadpi tantangan hidup di masa yang akan datang.

Baik tidaknya out put peserta didik tergantung dari input yang dimilki. Mulai dari kurikulum yang berkualitas, sistem yang kuat dan disiplin, guru yang professional dan metode pengajaran yang up to date.

Adapun guru adalah ujung tombak pendidikan bangsa. Guru yang hebat akan melahirkan siswa yang hebat. Guru yang cerdas akan menelorkan peserta didik yang cerdas. Guru yang hebat dan cerdas akan mampu mendidik dengan sangat baik meski tanpa kurikulum. Sebab senjata mereka bukan kurikulum melainkan ketulusan dan ketekunan, kesabaran dan pengorbanan. Seorang guru sama dengan orangtua, posisinya adalah didepan cermin. Oleh karena itu selain hebat, cerdas, gigih dan sabar guru juga harus menjadi suri tauladan yang mulia didepan siswa-siswinya. Guru harus sesuai namanya bisa digugu dan ditiru.

Ketiga, lingkungan masyarakat. Selain pendidikan keluarga dan pendidikan sekolah, lingkungan masyarakat juga sangat memperngaruhi karakter seseorang. Hal ini dikarenakan seorang anak tidak hanya hidup di lingkungan keluarga dan sekolah melainkan juga di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu lingkungan masyarakat yang kondusif sangat diperlukan. Sebaliknya lingkungan yang ambur adul tak punya tatanan akan berarakibat buruk pada mentalitas warganya. Sehingga perlu kesadaran, kesepakatan dan kesungguhan bersama untuk mendidik, melatih, dan membina segala lapisan masyarakat.

Menegakkan supremasi hukum adalah bagian kunci yang teramat penting untuk membangun harapan dan kepercayaan di masyarakat. Menegakkan hukum dengan adil dengan tanpa pandang bulu adalah langkah yang wajib dilakukan untuk menciptakan sistem yang kondusif. Bila supremasi hukum ini tidak sungguh-sungguh ditegakkan, maka hasil teladan dan pendidikan apapun hampir dapat dipastikan tidak akan berbuah hasil yang optimal. Wallohua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung :D
Sukses selalu dan Salam Hormat :)
*)

W M Transfer

W M Transfer

IkLaN