IkLaN

IkLaN

Copas International

IkLaN

IkLaN

Minggu, 22 November 2015

Konservasi Sumber Daya Hayati

Konservasi Sumber Daya Hayati
OLEH : IKHWANUL FARISSA
Banyak jenis yang telah punah dan terancam  punah, sementara manfaatnya bagi manusia belum diketahui. Untuk itu melalui tulisan ini, saya hanya dapat mengingatkan dan mengajak bukan hanya pemerintah saja tetapi juga peran swasta, ilmuwan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat dan lembaga-lembaga lain untuk melakukan yang namanya pelestarian sumber daya hayati ataupun keanekaragaman hayati. Apakah kita rela dan membiarkan jika makhluk hidup terus dalam kondisi kelangkaan yang semakin besar?

Berbagai Ancaman Terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar

Di Sumatera beberapa jenis satwa liar seperti Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas maximus) dan Harimau Sumatera (Panthera tigris) yang kini semakin langka bahkan hampir tidak terdapat lagi karena kerusakan habitat mereka oleh pembukaaan lahan untuk industri, pertanian dan perumahan. Demikian pula di pulau Jawa, hutan hujan tropik pamah (lowland) yang merupakan habitat dari satwa liar Harimau Jawa, Badak Jawa dan berbagai jenis burung, mamalia serta tumbuhan liar seperti mangga liar (Mangifera), Durian liar (Durio), Rambutan liar (Nephelium) dan buah-buahan penting setempat lainnya, terus-menerus berkurang akibat pembalakan kayu dan pembukaan hutan dalam skala besar bagi pembuatan jalan, pemukiman dan pertanian. Di Jakarta proyek reklamasi pantai menyebabkan kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) terus menciut habis-habisan, dari 1.300 hektare menjadi 25 hektare saja. Selanjutnya kegiatan perladangan berpindah, pembukaan hutan dan kegiatan pembalakan kayu juga mengancam keanekaragaman jenis pisang liar (Musa sp), anggrek (Phalaenopsis javanica) dan rotan (Ceratolobus glaucescens) di Indonesia. Kemudian pembangunan sarana irigasi, jalan raya, industri, perumahan dan pengundulan hutan juga telah mengancam dan membuat berbagai jenis kayu di Indonesia seperti kayu keruwing, meranti, merawan, jati, kayu hitam dan kayu eben yang saat ini sudah jarang dijumpai di pasaran.

Di Sumatera beberapa jenis satwa liar seperti Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas maximus) dan Harimau Sumatera (Panthera tigris) semakin berkurang populasinya akibat perburuan untuk mendapatkan gading gajah, cula badak dan kulit harimau karena bernilai jual tinggi. Eksploitasi sumber daya alam berlebihan juga terjadi di perairan laut. Nelayan asing biasanya menggunakan alat canggih seperti pukat harimau. Alat tangkap ikan ini tidak saja menguras ikan besar sampai di dasar namun juga menguras semua jenis biota yang ada dari berbagai ukuran. Berbagai upaya telah dilakukan namun belum membawa hasil yang memuaskan. Akibat dari eksploitasi nelayan asing ini, maka nelayan tradisional semakin tertekan kehidupannya, selain sumber daya hayati laut yang menurun.

Apa Yang Mesti Dilakukan?

 Untuk menjaga kelestarian sumber daya hayati, maka perlu dilakukan barbagai macam langkah di antaranya konservasi ekosistem dan konservasi jenis serta konservasi habitat.

1.                  Konservasi Ekosistem
Konservasi ekosistem merupakan suatu usaha yang ditujukan pada pelestarian ekosistem dan perlindungan sistem penyangga kehidupannya yang merupakan satu proses alami berbagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. seperti: cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan sungai, dan lain sebagainya.





2.                  Konservasi Jenis/Spesies
Bagaimana dengan burung yang habitatnya sangat luas dan tidak dapat dibatasi hanya pada suatu kawasan daerah konservasi tertentu, yaitu misalnya dalam suatu cagar alam atau hutan lindung? Apakah jika burung tersebut keluar dari kawasan yang dilindungi, berarti jenis atau spesies tersebut boleh diburu oleh manusia? Dalam keadaan seperti ini konservasi ekosistem tidak dapat sepenuhnya digunakan dan manusiapun kembali kepada konservasi jenis yang memuat daftar jenis-jenis sumber daya hayati, baik satwa maupun tumbuhan yang harus dilindungi, dimanapun yang bersangkutan berada. Selain burung dengan habitat yang sangat luas, banyak satwa lain dengan jenis-jenis ataupun spesies tertentu yang memang konservasi ekosistem tidak dapat sepenuhnya digunakan dengan alasan penyebarannya sangat luas, daerah jelajah yang luas, membutuhkan banyak spesies lain karena melakukan migrasi misalnya, seperti penyu, pesut Mahakam gajah, orang utan, juga termasuk burung, harus dilindungi dengan mengunakan konservasi jenis.

3.                  Konservasi Habitat- Kunci dari Persoalan dan Jawabannya
Pelestarian/konservasi habitat merupakan kunci bagi pelestarian/konservasi yang efektif bagi sumber daya hayati di bumi. Penyelamatan habitat secara langsung maupun tidak langsung akan melindungi jenis/spesies hidup dalam lingkungan aslinya (in situ). Namun, begitu besarnya tekanan terhadap keberadaan jenis/spesies sekarang ini, berarti bahwa semua pilihan layak dipertimbangkan, termasuk mengelola secara intensif di kebun binatang, kebun raya dan pusat penangkaran bahkanpenyimpanan atau pengklonan(ex situ).

Cara kedua untuk meningkatkan sumber daya hayati atau keanekaragaman hayati adalah penyisihan daerah-daerah khusus yang memiliki habitat yang saat ini dipertahankan dan pemulihan daerah-daerah yang telah rusak. Pengembangan alternatif praktis bagi pertanian tebas bakar adalah contoh lain dalam pemulihan daerah-daerah yang telah rusak.

Pertanyaan-pertanyaan seperti berikut harus dijawab:berapa banyak habitat dan tipe-tipe habitat apa saja yang harus dipertahankan? Siapa yang akan menetapkan dan memelihara kawasan habitat demikian dan berapa biaya baik dari segi ekonomi maupun dari segi manusiawi? Lalu siapa yang akan membayar? Seperti kita tahu biaya pelestarian kawasan konservasi sangat tinggi. Hal inilah yang menjadikan kegiatan pengelolaan konservasi sumber daya hayati kurang mendapat perhatian yang memadai. Namun jika pemanfaatan objek konservasi berorientasi pada bisnis atau layak jual serta untuk kepentingan tertentu seperti objek wisata, pendidikan dan lain-lain baru populer dan mendapat perhatian yang layak. Kegiatan konservasi dengan pola pikir seperti ini sudah harus dihentikan, jika tidak bisa, setidaknya menjaga supaya ruang terbuka hijau Jakarta tidak menjadi makin tipis lagi pasti bisa, apalagi hutan mangrove/bakau di Muara Angke adalah hutan bakau terakhir di Jakarta, semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung :D
Sukses selalu dan Salam Hormat :)
*)

W M Transfer

W M Transfer

IkLaN