Peran Perempuan dalam Kemajuan Ekonomi Kreatif Indonesia
OLEH : ONE MEDIA HAPINESA
Pernahkah anda melihat polisi wanita?
Atau pernahkah anda melihat kernet bus wanita?
Atau bahkan anda pernah melihat supir ojek wanita?
Ya, di era emansipasi ini, melihat wanita mengerjakan pekerjaan lelaki memang tak lagi menjadi suatu hal yang tabu. Dengan semakin majunya pemikiran orang-orang akan kesetaraan gender, maka mencari pekerjaan untuk wanita tidaklah lagi menjadi perkara yang susah karena banyak jenis pekerjaan saat ini sudah tak lagi membedakan gender atau pria dan wanita sama-sama mempunyai kesempatan yang sama. Namun, hal tersebut bukan berarti ketidaksetaraan gender di Indonesia benar-benar sudah punah. Ternyata, banyak sekali pihak yang masih meremehkan peran wanita di pekerjaan. Contohnya, di Indonesia. Menurut data dari Indonesia Investments, masih banyak pekerja wanita yang bekerja di sektor informal, yang notabenenya jumlahnya dua kali lebih banyak daripada pria, mengerjakan pekerjaan tingkat rendah dan dibayar lebih rendah dari pria yang mengerjakan pekerjaan yang sama.
Hal ini sungguh disayangkan. Jika kita tilik, Indonesia memiliki sekitar 250 juta penduduk yang menjadikan Indonesia negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat di dunia. Lebih dari separuh dari jumlah penduduk Indonesia adalah wanita. Selain itu, menurut Indonesia Investments, lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh usia muda atau usia bekerja yaitu dibawah tiga puluh tahun. Indonesia sesungguhnya merupakan gudangnya tenaga kerja wanita!
Namun yang menjadi masalah adalah, kebanyakan orang masih memiliki dan terbawa pola pikir yang menjadi budaya lawas kita bahwa wanita harusnya berada di rumah saja mengurus keluarga. Padahal, mari kita coba berkaca dari masa Orde Baru ketika Indonesia mengalami Krisis Ekonomi Asia pada akhir tahun 1990-an. Krisis tersebut menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja besar yang terjadi dimana-mana yang mengakibatkan peningkatan angka pengangguran hingga mencapai 20 persen. Untuk membuat dapur rumah tangga tetap mengebul, para ibu rumah tangga lah yang akhirnya turun tangan untuk bekerja. Walau hanya menjadi pedagang makanan dadakan tetapi terbukti aksi tersebut mampu, untuk sementara, menopang kebutuhan keuangan rumah tangga. Hal tersebut membuktikan bahwa sebenarnya tenaga kerja wanita merupakan tenaga kerja yang potensial.
Untuk memanfaatkan banyaknya tenaga kerja wanita di Indonesia yang potensial tersebut, kita dapat menggunakan sektor ekonomi kreatif. Seperti yang kita ketahui, terdapat tujuh belas sektor ekonomi kreatif di Indonesia, yaitu periklanan, arsitektur, seni, kerajinan, fashion, film, musik, seni pertunjukkan, penerbitan, penelitian dan pengembangan, perangkat lunak, mainan dan permainan, televisi dan radio, dan permainan video. Dalam hal ini, mari kita pilih dua saja untuk dapat digunakan dalam mengembangkan peran wanita yaitu kerajinan dan fashion. Kenapa?
Karena dua hal tersebut adalah sesuatu yang bisa dikerjakan oleh banyak kumpulan, sehingga lebih menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu dua hal tersebut juga bisa dikerjakan di rumah atau daerah sekitar rumah yang bisa untuk berkumpul. Sehingga tak ada alasan lagi bagi para ibu untuk tidak bekerja dikarenakan jauh dan tidak bisa mengurus anak dengan maksimal. Pertimbangan selanjutnya adalah karena kerajinan dan fashion merupakan hal yang dekat dengan wanita. Dalam kehidupan sehari-hari, seorang wanita mempunyai kecenderungan untuk teliti dan menyukai sesuatu yang berhubungan dengan kerajinan, misalnya kerajinan aksesoris wanita atau kerajinan anyaman bambu untuk perabot rumah tangga. Apalagi terhadap fashion, wanita tentunya akan menjadi sangat pemilih dan detail dalam memilih fashion. Hal itulah yang dapat menjadi modal untuk berbisnis di bidang itu. Menyukai bidang tersebut adalah kunci utama agar pekerjaan terasa menyenangkan dan tak menjadi beban.
Untuk membuatnya berjalan lebih baik, maka perlu dibuat suatu sistem. Contoh sistem yang paling mudah adalah dengan membuat suatu perkumpulan wanita dari masing-masing kelurahan. Perkumpulan wanita tersebutlah yang menjadi suatu kelompok kerja. Kelompok kerja ini kemudian diberikan pelatihan. Pelatihan yang diberikan oleh masing-masing kelompok kerja, jika memungkinkan, lebih baik berbeda-beda. Misalkan kelompok kerja dari kelurahan A fokus pada bidang kerajinan hiasan rumah dari rotan dan kelompok kelurahan B fokus pada desain dan penjahitan busana hijab dengan kain batik khas daerahnya. Dengan begitu, kegiatan mereka akan lebih fokus. Karena dibagi tersebut, maka perlu diperhitungkan juga jumlah kelompok kerja di satu wilayah. Ada berapakah kelurahan dalam satu wilayah Surabaya, misalnya. Kemudian dari beberapa kelompok kerja tersebut dibagi rata jumlah yang fokus pada bidang kerajinan dan fokus pada bidang fashion. Sehingga tidak terjadi penumpukan kelompok kerja yang mengerjakan bidang yang sama yang menyebabkan barang hasil produksi menjadi terlalu banyak dan malah tidak terjual atau melebihi permintaan pasar.
Pelatihan pun sebisa mungkin diberikan selengkap-lengkapnya. Tak hanya dari bagaimana membuat barangnya namun juga bagaimana mengelola mesinnya, bagaimana cara memilih bahan yang baik, manajemen produksi, strategi pemasaran, dan bagaimana cara agar mengepaknya agar terlihat menarik. Hal yang sering luput dari perhatian kebanyakan home industry di Indonesia adalah kemasan. Kebanyakan orang masih menganggap bahwa kemasan adalah hal yang remeh. Padahal konsumen justru melihat barang pertama kali dari covernya. Boleh dibilang, kemasan merupakan kunci utama dalam pemasaran suatu barang.
Saat ini, sudah banyak sekali macam kemasan yang dapat digunakan. Banyak barang yang terlihat biasa saja dengan kemasan yang baik malah meningkatkan harga jualnya, sebut saja tela goreng dan keripik singkong. Dahulu, tela goreng dan keripik singkong hanya dikemas di dalam kresek plastik biasa tanpa hiasan apapun. Saat ini, mereka sudah berevolusi menjadi jajanan yang apik dengan kemasan kantong kertas dengan desain grafis yang warna-warni. Kemasan tersebut akhirnya meningkatkan pamor keripik singkong dan tela goreng dari jajanan pinggir jalan menjadi jajanan yang bisa dijual dengan menarik di pasar swalayan. Saat ini, sudah banyak jasa untuk membuat kemasan yang menarik di beberapa daerah. Mulai dari jasa mendesain bentuk kemasan hingga sampai ke tahap print atau jadi. Sehingga, membuat kemasan yang unik atau paling tidak menarik harusnya sudah bukan menjadi perkara besar dan rumit.
Selanjutnya, dari masing-masing kelompok kerja itu dicarikan dahulu pelanggan pertamanya. Bisa oleh pemerintah atau lembaga masyarakat yang memberikan pelatihan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memancing pasar. Masalah yang sering terjadi adalah barang produksi sudah jadi tetapi belum menemukan pasarnya sehingga terjadi penumpukan barang produksi dan kegiatan produksi menjadi tidak bisa berjalan dengan lancar. Karena itulah, dibantu dengan mencarikan mereka pelanggan pertama dengan syarat orderan pertama itu harus dikerjaan sebaik-baiknya dan meminimalisir cacat dan kesalahan. Karena, jika pelanggan puas dengan orderan pertama mereka bukan tak mungkin mereka akan mengorder kembali, juga itu dapat menjadi modal mereka untuk mempromosikan barang dagangan mereka kepada khalayak. Sehingga dapat memancing pasar untuk melirik ke hasil kerja mereka. Jika hal ini dapat bertahan lama, tentu kemajuan ekonomi Indonesia bukan menjadi hal yang tak mungkin lagi untuk diraih. Karena itu mari kita bangun ekonomi kreatif Indonesia menuju lebih baik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung :D
Sukses selalu dan Salam Hormat :)
*)