IkLaN

IkLaN

Copas International

IkLaN

IkLaN

Minggu, 06 Agustus 2017

Festival Panah Tradisional

Festival Panah Tradisional

SHARE LOC: Mengenal Desa Muntei, Lokasi Festival Panah Tradisional Mentawai

Desa Muntei, Mentawai (foto: Rus Akbar/Okezone)

Rus Akbar
Jurnalis

MUNTEI adalah nama sebuah desa yang menjadi lokasi penyelenggaraan Festival Panah Tradisional Tradisional Mentawai. Desa tersebut terletak di wilayah Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

Desa ini diapit oleh dua desa, yaitu Desa Maileppet dan Muara Siberut, untuk menuju ke sana jika berangkat dari pelabuhan Maileppet pengunjung harus naik ojek selama 10 sampai 15 menit ke Desa Muntei. Begitu juga kalau dari Muara Siberut.

(foto: Rus Akbar/Okezone)

Desa tersebut memiliki 8 dusun, ada yang terletak di hulu sungai dan darat. Untuk yang posisinya di bagian hulu sungai yaitu Dusun Magosi, Salappak dan Bekkeiluk, pengunjung yang ingin ke sana harus melewati sungai yang ada di Muntei.

“Tahun ini program kita membuka akses Muntei ke Salappak, sekarang masih menggantung 3 kilometer, kita hanya bisa anggarkan dari Alokasi Dana Desa (ADD) Muntei sekira Rp180 juta, ini hanya membuka saja seperti membuat badan jalan serta membersihkan tunggul kayu dan drainase, untuk pengerasan kita perjuangan tahun depan mudah-mudahan pemerintah menyetujuinya,” ungkap Kepala Desa Muntei Agustinus Sagari kepada Okezone, Rabu (26/7/2017).

Sementara dusun yang bisa diakses dengan jalan darat adalah Dusun Pariok, Peining Buttet, Muntei, Toktuk dan Puro II. “Data terbaru untuk 8 dusun ini ada 426 kepala keluarga atau 1.800 jiwa, luas daerah belum bisa kita gambar. Sedangkan ADD tahun ini kita dapatkan dari pemerintah kabupaten sebanyak Rp2,39 miliar,” ujarnya.

Rata-rata penduduk Desa Muntei ini petani, ada yang bertani pisang, kelapa, pinang dan baru-baru ini kembali memunculkan usaha tani nilam, sementara coklat yang selama ini menjadi andalan masyarakat sudah tidak lagi dilakukan lantaran terserang pembusukan buah.

Selain itu, di sana juga terdapat 2 sanggar lho! Pertama Sangar Budaya Arat Sabulungan, yang menyimpan beragam atribut-atribu budaya Mentawai, mulai dari gajeumak atau gendang tari, alat tempat makankan (lulak), ada juga tuddukat, serta alat budaya lainnya yang dipakai oleh masyarakat saat melakukan upacara dan ritual lainnya.

Kemudian sanggar kedua itu ada Sanggar Manai Sikerei, kalau sanggar ini lebih identik seni yang dibina oleh Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga. Di sanggar ini perpaduan musik tradsional dan modern. “Tapi ada ada juga musik tradisional,” kata Agus.

Selain itu di Desa Muntei ini juga ada 2 Uma (rumah tradisional), pertama milik Suku Sakukuret dan kedua milik Suku Salakkopa. Kementerian terkait membuat program untuk memelihara nilai budaya, sehingga uma-uma yang rusak direnovasi kembali.

“Kita semua tahu mengganti Uma ini seperti mengganti atapnya tidak sembarang waktu tidak semuda apa yang kita bayangkan. Jadi kalau Uma di Mentawai itu rusak akan dibiarkan dia rusak karena kekawatiran pemerintah akan punah Uma di Mentawai sehingga pemerintah memberikan bantuan dana serta seluruh biaya untuk upacara selama pendirian uma,” ujar Agus.

Kemudian di Desa Muntei juga masih ada Sikerei (tabib) yang mengobati orang sakit serta menghubungkan dunia gaib. Untuk Sikerei Sabirut ada 2 orang Teteu Rima dan Teteu Andro. Sedangkan Sikerei Sasaibi ada beberapa orang, yakni Aman Boroi Ogok, Pangaritan, Aman Akrikok, Paddei.

“Sikerei ini yang ada di sekitar festival, tapi kalau di bagian hulu seperti Salapak itu masuh banyak termasuk di Puro masih ada,” terangnya.

(foto: Rus Akbar/Okezone)

Di daerah ini juga masih ada para orang tua yang masih paham soal budaya Mentawai yang sudah menjadi tradisi sejak nenek moyang mereka. Termasuk sejarah pahitnya pemusnahan atribut Mentawai.

Muntei merupakan pemukiman yang dibangun pemerintah dan masyarakatnya merupakan pindahan dari Siberut Hulu pada tahun 1979. Daerah ini juga pernah dilanda bencana banjir, tercatat sudah 6 kali terjadi sejak 1979 akibat luapan Sungai Muntei.

“Terakhir bencana ini terjadi pada tahun 2014 dan itu terparah dari tahun-tahun sebelumnya. Antisipasi hanya baru sebatas evakuasi, dugaan penyebab banjir akibat kerusakan hutan di hulu sungai serta ditambah curah hujan yang tinggi,” tuturnya.

Daerah ini juga sempat terkena serangan penyakit kolera, namun tahun pastinya Agus sudah tidak ingat, nah untuk mengantisipasi wabah kolera ini pihak pemerintah desa sudah mengatur saluran air bersih.

“Di desa ini pada tahun 2016 ada 36 kloset yang dibagikan kepada masyarakat,” terangnya.

Selain itu juga untuk mengantisipasi soal penyakit pemerintah sudah menempatkan beberapa tenaga medis, di Dusun Magosi. Sebanyak 2 tenaga medis di Salappak dan 1 orang di Bekkeiluk.

Kemudian untuk di Dusun Pariok, Peining Buttet, Muntei ada 3 orang dan di Toktuk serta Puro II gabung dengan Muara Siberut karena daerahnya lebih dekat.

“Dengan adanya Festival Panah Tradisional Mentawai di Desa Muntei, saya berharap kepada masyarakat tidak hanya sekadar menyelenggarakan acara, kalau dinas pariwisata serius mari kita coba bangkitkan kembali budaya Mentawai. Dengan kegiatan ini memungkinkan masyarakat menerima efek manfaat kegiatan ini,” pungkasnya.

(fid)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung :D
Sukses selalu dan Salam Hormat :)
*)

W M Transfer

W M Transfer

IkLaN